Berita

Perkawinan Usia Anak Dapat Merugikan Negara, BKKBN Launching Website www.siapnikah.org

Pangkalpinang- “Sebetulnya yang namanya perkawinan usia anak merupakan bagian dari bencana nasional, karena dapat menggerogoti secara ekonomi, dan juga mengancam terjadinya kematian ibu, kematian bayi, stunting dan seterusnya,” ungkap Kepala BKKBN, dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) dalam sambutannya di Web Seminar (Webinar) SWOP 2020 dengan tema "Pencegahan Perkawinan Anak", pada Kamis (02/07/2020). 

Lebih lanjut Hasto menyampaikan bahwa perkawinan anak merupakan salah satu bentuk tindak kekerasan terhadap anak dan merupakan praktik yang melanggar hak-hak dasar anak. Anak yang menikah di bawah 18 tahun karena kondisi tertentu memiliki kerentanan lebih besar dalam mengakses pendidikan, kesehatan, sehingga berpotensi melanggengkan kemiskinan antargenerasi, serta memiliki potensi besar mengalami kekerasan.

“Terdapat 5 hal yang menjadi dampak negatif ketika ada perkawinan anak. Yang pertama adalah menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak itu sendiri. Yang kedua, pada usia anak mereka belum siap melakukan proses reproduktif  sehingga berpotensi menjadi initial process of servical cancer.Yang ketiga yaitu hak-hak anak juga terampas untuk mengakses pendidikan dan kehidupannya. Yang keempat juga ketika kawin pada usia anak mereka tidak punya kesempatan untuk menolak terjadinya kekerasan anak karena tidak cukup kedewasaannya bila terjadi kekerasan di dalam rumah tangga. Dan yang kelima negara memang relatif dirugikan karena secara ekonomi perkawinan anak juga merugikan hampir 1,7%, pendapatan negara bisa hilang karena perkawinan pada usia anak,” jelas Hasto.

Pada kesempatan yang sama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati, S.E, M.Si mengatakan bahwa praktik perkawinan anak merupakan pelanggaran hak-hak anak yang berdampak pada tumbuh kembang dan kehidupan anak di masa yang akan datang. “Hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia sedangkan perkawinan anak merupakan pelanggaraan hak anak maka berarti perkawinan anak juga merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),” terang I Gusti Ayu.

Berbagai upaya pencegahan perkawinan anak telah dilakukan oleh BKKBN seperti Program Generasi Berencana (GenRe) untuk penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja, program kelompok kegiatan Bina Keluarga Remaja (BKR) yang memberikan penguatan peran orangtua/keluarga yang memiliki remaja dalam pengasuhan (parenting) kepada anak remajanya, dan yang terbaru adalah dengan melaunching web www.siapnikah.org yang bekerjasama dengan Rumah Perubahan. Aplikasi ini mendapat respons positif generasi muda yang ingin mengukur kesiapannya sebelum menuju gerbang pernikahan. 

Website ini dikembangkan dalam konsep one stop solution yang menghadirkan berbagai konten yang relevan dengan kebutuhan generasi muda dalam mempersiapkan pernikahan, termasuk mempersiapkan diri dalam pengasuhan anak. “Harapan kami, website ini bisa menjadi rujukan bagi generasi muda untuk mempersiapkan diri sebelum masuk gerbang pernikahan, maupun bagi keluarga muda yang ingin belajar ilmu parenting. Misi utamanya, membangun keluarga berkualitas yang bercirikan tenteram, mandiri dan bahagia,” ungkap Hasto.

Webinar “Pencegahan Perkawinan Anak” ini merupakan bagian dari peluncuran Laporan SWOP 2020 yang diselenggarakan atas kerjasama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan UNFPA Indonesia. Adapun Tema Laporan SWOP Tahun 2020 ini yaitu “Diluar kehendak saya: Menentang praktik-praktik yang membahayakan perempuan dan anak perempuan dan melemahkan kesetaraan”. UNFPA Representative untuk Indonesia Anjali Sen memberikan sambutan pada acara ini dan dibuka oleh Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo, SpOG (K), serta keynote speech dari Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmawati, S.E., M.Si. 

Webinar ini menghadirkan Assistant Representative UNFPA Indonesia Dr. Melania Hidayat, Sekretaris Pengurus Pusat LKK Nahdlatul Ulama (NU) Alissa Wahid, penulis dan aktivis perempuan Kalis Mardiasih, Direktur KPAPO Bappenas Woro Srihastuti Sulistyaningrum, ST, MIDS, dan Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Dr. Ir. Dwi Listyawardani, M.Sc., Dip. Com sebagai pembicara, serta Redaktur Senior Harian Kompas Ninuk M. Pambudi yang memimpin diskusi sebagai moderator.

Sementara Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melalui Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan Catatan Sipil dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3ACSKB), Dra. Susanti, M.AP mengatakan bahwa Bangka Belitung pada tahun 2017 menduduki ranking ke-3 terbesar perkawinan anak di Indonesia dan tahun 2019 menurun pada posisi ke-11. Upaya yang sudah dilakukan yaitu pada akhir tahun 2017, Pemprov Kepulauan Bangka Belitung telah melakukan MOU dengan Kanwil Kementerian Agama untuk pemberian nasihat nikah di KUA kepada calon pengantin yang masih usia anak agar menunda perkawinannya. 

Kemudian di tahun 2018 Bangka Belitung menjadi tuan rumah Kemah Konselor Sebaya Tingkat Nasional, mengaktifkan PIK-R jalur sekolah dan masyarakat, menguatkan Bina Keluarga Remaja, Sosialisasi Informasi Pendewasaan melalui baliho, Banner, dan booklet, serta yang lebih masih berupaya mewujudkan Provinsi Layak Anak melalui Kabupaten/Kota Layak Anak yang salah satu indikatornya adalah penurunan angka perkawinan anak.

Sumber: 
DP3ACSKB Babel
Penulis: 
DP3ACSKB Babel
Bidang Informasi: 
DP3ACSKB